Selasa, 09 November 2010

SILAKAN FOLLOW IN

ndosiar.com, Jakarta - Nama Ellyas Pical, bukanlah nama asing bagi kalangan penggemar tinju profesional khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya.

Dialah petinju profesional pertama di Indonesia yang sukses merebut sabuk emas dari badan tinju internasional (IBF), mengalahkan lawannya Joo Do Chun dari Korea, dengan menang KO di ronde ke-8. Dan belum lama ini, segenap penggemar olah raga tinju pro, kembali dikejutkan dengan berita heboh, Ellyas Pical, diciduk aparat disebuah diskotik dengan tuduhan menjual pil ekstasi.

Semua orang terhenyak, berita tak sedap itu, akhirnya justru menggugah kembali ingatan kita atas masa lalu petinju bertangan kidal ini.

Ellyas Pical yang lahir di Saparua, Ambon, 48 tahun lalu, menggeluti olah raga tinju sejak umur 13 tahun. Sebagai petinju amatir yang bermain di kelas terbang, ia kerap menjadi juara mulai dari tingkat kabupaten hingga kejuaraan Eropa.

Kemudian tahun 83, ia memulai karirnya sebagai petinju profesional kelas bantam junior. Sejak itu, berturut-turut sederet prestasi tingkat dunia diraihnya, seperti juara OPBF setelah mengalahkan Watanabe asal Jepang dengan kemenangan KO di ronde ke-7, Mei 85. Pukulan kirinya yang terkenal cepat itu, mengharumkan nama bangsa.

Si kidal ini, menjadi petinju pertama Indonesia yang berhasil merebut sabuk emas IBF dan berhasil mempertahankan gelar juaranya itu beberapa kali hingga akhirnya kehilangan sabuk emas yang menjadi kebanggaan petinju pro, Oktober tahun 89 silam.

Setelah dikalahkan Juan Polo Perez dari Columbia, namanya masih sempat membekas di hati penggemar petinju pro tanah air selama beberapa kurun waktu. Kemudian perlahan namanya seolah tenggelam. Apa yang ia lakukan sejak mundur dari dunia tinju pro, tak banyak yang tahu.

Kerusuhan Ambon, menghantarkan keluarga Ellyas Pical, kembali menjalani kehidupan di Jakarta. Dan sejak itu, hari-harinya banyak diisi dengan kegiatan rohani.

Maklum saja ia hanya sempat mengenyam pendidikan di bangku sekolah dasar, itu pun tak sampai lulus. Beban psikologis sebagai kepala keluarga yang tak punya pekerjaan, ia jalani lebih dari 15 tahun. Bahkan dunia tinju, yang pernah membesarkan namanya dan menghantarkannya menjadi juara dunia, sama sekali tak memperhitungkan eksistensinya lagi.

Sesekali saja ia diundang untuk menghadiri acara seremonial. Itu pun sekedar untuk menarik massa, selebihnya tak ada perhatian yang berarti.

Ironis memang. Begitu mudahnya, Ellyas Pical dan sederet prestasi yang disandangnya itu dilupakan, hingga akhirnya si kidal perintis juara dunia ini tersandung kasus narkotika yang mencuatkan kembali namanya. Tuduhan miring pun merebak, ia dianggap tak pandai mengelola hasil jerih payahnya selama menjadi petinju.

Saat menyandang gelar juara dunia versi IBF, Ellyas memang terhitung beberapa kali menerima hadiah yang cukup lumayan. Seperti hadiah rumah dari Pemda Maluku, dan sebuah rumah dikawasan Bintaro dari pengusaha Probosutedjo. Tokoh-tokoh Maluku juga pernah memberikan hadiah berupa mobil.

Selebihnya Ellyas Pical hidup dari bayarannya menjadi petinju pro, namun semuanya itu kini tinggallah kenangan. Keluarga Ellyas Pical kini hanya bisa pasrah menghadapi berbagai cobaan hidup yang tengah mendera.(Idh)

Tidak ada komentar: