Selasa, 12 Oktober 2010

museum di medan!!

Museum Gedung arca
RAGAM - Museum Sumatera Utara (Sumut) terletak di jalan HM Joni No. 51 Medan, Propinsi Sumatera Utara, Indonesia. Museum Sumatera Utara (Sumut) memiliki koleksi patung pengantin beserta ornamen-ornamenya dari suku-suku utama di Sumatera Utara seperti Melayu, Batak Toba, Karo, Simalungun, Angkola, Mandailing, Pak-Pak, dan Nias. Sejak peresmianya pada tahun 1982 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Musuem Sumatera Utara telah memiliki 6.799 koleksi benda bersejarah yang terbagi menjadi 10 jenis, yakni koleksi geologika, berupa koleksi jenis batuan, benda-benda bentukan alam serta aneka mineral batuan. Kemudian ada pula koleksi biologika, koleksi etnografika yang menggambarkan identitas etnis di Sumatera Utara. Koleksi museum Sumatera Utara lainnya seperti arkeologika, benda-benda hasil peninggalan budaya masa pra sejarah sampai masuknya pengaruh budaya barat.Koleksi arkeologika yang terkenal di museum ini di antaranya, Piringsapa serta Pustaha Lak-lak peninggalan budaya Batak Toba. Selebihnya ada koleksi historika, numismatika, filologika, keramologika, seni rupa dan yang berteknologika.

Koleksi Perjuangan Raja Sisingamaraja XII

Ketika berkunjung ke Museum Sumatera Utara (Sumut) ditemukan sejumlah koleksi benda-benda tradisional seperti ulos Batak Toba, peti mati yang disebut rumaruma atau parmual - mualan solu bolon beserta simbolik bentuk, ornamennya. Museum juga memiliki koleksi benda peninggalan sejarah perjuangan Sisingamaraja XII. Peninggalan itu berupa Selendang Tenunan Sunting Miriam (Isteri Sisingamaraja XII) pada waktu ditawan Belanda. Selendang merah ditenun oleh Sunting Miriam untuk mengisi waktu senggangnya sebagai kenang-kenangan atas penderitaan yang dialaminya sampai tahun 1935. Di museum ini juga terdapat duplikat bendera perang Sisingamaraja XII. Dari catatan sejarah yang ditempel bersebelahan dengan peninggalan Raja Sisingamaraja XII diketahui bahwa Raja memiliki prinsip yang berbeda dengan ayahnya. Untuk mengabadikan perjuangan Raja Sisingamaraja, benda-benda sejarah ini dipajang menambah koleksi Museum Sumatera Utara di Medan.
Koleksi lainnya yang menarik perhatian pengunjung adalah koleksi arkeologika, benda-benda hasil peninggalan budaya masa pra sejarah sampai masuknya pengaruh budaya barat.Koleksi arkeologika yang terkenal di museum ini di antaranya, Piringsapa serta Pustaha Lak-lak peninggalan budaya Batak Toba. Selebihnya ada koleksi historika, numismatika, filologika, keramologika, seni rupa dan yang berteknologika.
Museum negeri ini juga pernah menerima hibah koleksi benda-benda bernilai seni sebanyak 16 koleksi. "Temuan peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional di Desa Lobu Tua, Kecamatan Andam Dewi,Kabupaten Tapanuli Tengah berupa 7 keramik Cina buatan abad 10 Masehi yang dihibahkan menambah banyak koleksi museum," kata Kepala Museum Negeri Sumatera Utara Sri Hartini kepada Tempo,siang ini (1/9).


Sebelum pengaruh asing masuk ke Sumatera Utara (Sumut) masyarakat masih menggunakan sistem barter dalam perdagangan. Saling tukar menukar antar hasil bumi dan barang-barang penduduk dengan suku pendatang. Alat pengukur setiap suku atau daerah hampir bersamaan yaitu takaran yang dibuat dari bambu atau kayu yang disebut Solup (Batak Toba) dan Tumba (Batak Karo) untuk mengukur padi, beras dan kacang.
Setelah bangsa asing masuk barulah dikenal timbangan dari logam yang bentuknya lebih sempurna. Meski timbangan dari logam sudah menguasai pasar, namun masyarakat di pedesaan masih suka menggunakan alat-alat pengukur tradisional ini. Misalnya, Tumba dan Solup untuk mengukur padi, beras dan kacang masih dipakai sampai sekarang.
Rupanya pada zaman prasejarah masyarakat Batak Toba sudah memiliki keahlian dalam membuat peralatan rumah tangga dari kayu, rotan dan bambu. Perabot rumah tangga ini terdiri dari kursi, meja dan lemari. Benda-benda kerajinan/anyaman terdiri dari bambu dan rotan. Dasar anyaman umumnya menggunakan pola silang antara fungsi vertikal dan horizontal. Ragam hiasaan umumnya diambil dari motip flora dan fauna. Salah satu karya kerajinan jenis ini masih ditemui pada Kampil (Tempat sirih) Batak Karo.

Benda-benda lain peninggalan nenek moyang Batak Toba adalah benda-benda menanak nasi, alat-alat dapur, peralatan masak dan dapur yang sudah jarang ditemui. Benda pusaka ini malah ada yang diperjualbelikan sampai jutaan rupiah karena bentuknya yang kecil dan unik. Biasanya yang menampung benda pusaka ini adalah para kolektor yang tersebar di penjuru tanah air.

Menurut salah seorang kolektor yang suka membeli benda pusaka budaya Batak Toba, benda-benda sejarah Batak memiliki nilai seni yang cukup tinggi. Selain unik, katanya, benda bersejarah ini sangat cocok dijadikan koleksi. “Itu sebabnya saya pernah membeli satu buah Hudon Tano (Periuk tanah) dan Harpe (Alas periuk) masing-masing senilai lima juta rupiah dari seorang warga di Samosir,” akunya pada Penulis namun enggan menyebut namanya.
Rumah Bolon Terancam Punah
Selain itu warisan nenek moyang suku Batak Toba yang memiliki nilai sejarah yang tinggi namun hampir punah adalah Rumah Bolon. Rumah adat ini berbentuk empat persegi panjang dan kadang-kadang dihuni oleh 5 sampai 6 keluarga batih. Untuk memasuki rumah harus menaiki tangga yang terletak di tengah-tengah rumah, dengan jumlah anak tangga yang ganjil. Bila orang hendak masuk rumah Batak Toba harus menundukkan kepala agar tidak terbentur pada balok yang melintang, hal ini diartikan tamu harus menghormati si pemilik rumah.
Lantai rumah kadang-kadang sampai 1,75 meter di atas tanah, dan bagian bawah dipergunakan untuk kandang babi, ayam, dan sebagainya. Dahulu, pintu masuk mempunyai 2 macam daun pintu, yaitu daun pintu yang horizontal dan vertikal, tapi sekarang daun pintu yang horizontal tak dipakai lagi.
Pada bagian depan rumah adat terdapat hiasan-hiasan dengan motif garis geografis dan spiral serta hiasan berupa susu wanita yang disebut adep-adep. Hiasan ini melambangkan sumber kesuburan kehidupan dan lambang kesatuan. Rumah yang paling banyak hiasan-hiasannya disebut Gorga. Hiasan lainnya bermotif pakis disebut nipahu, dan rotan berduri disebut mardusi yang terletak di dinding atas pintu masuk.
Pada sudut-sudut rumah terdapat hiasan Gajah dompak, bermotif muka binatang, mempunyai maksud sebagai penolak bala. Begitu pula hiasan bermotif binatang cicak, kepala singa yang dimaksudkan untuk menolak bahaya seperti guna-guna dari luar. Hiasan ini ada yang berupa ukiran kemudian diberi warna, ada pula yang berupa gambaran saja. Warna yang digunakan selalu hitam, putih dan merah.
Pengamatan Penulis disejumlah daerah di Tanah Batak tentang keberadaan warisan rumah adat nenek moyang suku Batak Toba menunjukkan bahwa sudah banyak yang tidak terawat dan terkesan diabaikan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) setempat. Sehingga keberadaan rumah Bolon sudah terancam punah.
“Mungkin sepuluh tahun ke depan, kita tidak akan melihat lagi rumah Bolon yang berdiri secara utuh di kampung Batak bila Pemerintah daerah (Pemda) tidak segera berperan untuk mengkonservasi warisan nenek moyang. Padahal rumah Bolon memiliki nilai sejarah yang tinggi untuk menjadi daya tarik wisatawan,”ujar seorang Tokoh Adat Batak Toba bermarga Simbolon.
Menurut Simbolon, salah satu upaya untuk mengkonservasi rumah Bolon adalah dengan merawat dan menjaga keadaan rumah Bolon tetap baik dengan melibatkan masyarakat setempat agar tujuan konservasi berhasil.

Dalam hal menarik minat wisatawan, Tanah Batak memiliki kekayaan benda budaya pusaka peninggalan sejarah nenek moyang. Beberapa jenis benda sejarah yang cukup dikenal pada zaman berburu dan meramu (zaman Pleistocen 1.500.000-19.000 -- zaman Holecein 10.000-3.000 SM) adalah Sior, alat yang dipakai suku Batak Toba dalam memanah binatang. Sumpitan digunakan pada zaman berburu untuk menembak binatang.
Dalam memburu binatang besar biasanya masyarakat menggunakan lembing, perangkap, jerat dan bedil. Sementara untuk binatang kecil menggunakan panah, sumpitan, jaring dan pemulut (Pikat dan getah).
Kebiasaan meramu dan berburu hingga sekarang masih menjadi pekerjaan sambilan suku Batak Toba di pedesaan. Sehingga meski jarang ditemui, benda- benda sejarah ini masih ada yang disimpan oleh penduduk di pedesaan sampai sekarang.

Masakan khas Batak Toba ini bahan utamanya bisa dari ikan mas, ikan nila, ayam, atau daging. Nah, bumbu-bumbunya ini asli dari tetumbuhan Batak sehingga dia dinamakan masakan khas Batak. Jenis bumbunya seperti bawang Batak, arsik, andaliman, kincung, kemiri, lengkuas, kunyit, dan bawang merah. Cara memasaknya tergolong unik. Ikan dilumuri bumbu dulu baru diungkep sampai matang. Setelah matang pun, tidak boleh dibuka supaya keharumannya tetap terjaga," jelas Budi sang koki yang mengatakan lebih enak lagi kalau dimasak secara tradisional menggunakan kayu bakar.
Masakan Batak Toba yang bukan ikan, salah satunya adalah nani lomang. Bahan dasarnya ayam atau daging giling.





Istana Maimoon

ISTANA MAIMUN



Sejarah Berdiri

Istana Maimun, terkadang disebut juga Istana Putri Hijau, merupakan istana kebesaran Kerajaan Deli. Istana ini didominasi warna kuning, warna kebesaran kerajaan Melayu. Pembangunan istana selesai pada 25 Agustus 1888 M, di masa kekuasaan Sultan Makmun al-Rasyid Perkasa Alamsyah.

Sultan Makmun adalah putra sulung Sultan Mahmud Perkasa Alam, pendiri kota Medan. Sejak tahun 1946, Istana ini dihuni oleh para ahli waris Kesultanan Deli. Dalam waktu-waktu tertentu, di istana ini sering diadakan pertunjukan musik tradisional Melayu. Biasanya, pertunjukan-pertunjukan tersebut dihelat dalam rangka memeriahkan pesta perkawinan dan kegiatan sukacita lainnya. Selain itu, dua kali dalam setahun, Sultan Deli biasanya mengadakan acara silaturahmi antar keluarga besar istana. Pada setiap malam Jumat, para keluarga sultan mengadakan acara

Bagi para pengunjung yang datang ke istana, mereka masih bisa melihat-lihat koleksi yang dipajang di ruang pertemuan, seperti foto-foto keluarga sultan, perabot rumah tangga Belanda kuno, dan berbagai jenis senjata. Di sini, juga terdapat meriam buntung yang memiliki legenda tersendiri. Orang Medan menyebut meriam ini dengan sebutan

Kisah meriam puntung ini punya kaitan dengan Putri Hijau. Dikisahkan, di Kerajaan Timur Raya, hiduplah seorang putri yang cantik jelita, bernama Putri Hijau. Ia disebut demikian, karena tubuhnya memancarkan warna hijau. Ia memiliki dua orang saudara laki-laki, yaitu Mambang Yasid dan Mambang Khayali. Suatu ketika, datanglah Raja Aceh meminang Putri Hijau, namun, pinangan ini ditolak oleh kedua saudaranya. Raja Aceh menjadi marah, lalu menyerang Kerajaan Timur Raya.

Raja Aceh berhasil mengalahkan Mambang Yasid. Saat tentara Aceh hendak masuk istana menculik Putri Hijau, mendadak terjadi keajaiban, Mambang Khayali tiba-tiba berubah menjadi meriam dan menembak membabi-buta tanpa henti. Karena terus-menerus menembakkan peluru ke arah pasukan Aceh, maka meriam ini terpecah dua. Bagian depannya ditemukan di daerah Surbakti, di dataran tinggi Karo, dekat Kabanjahe. Sementara bagian belakang terlempar ke Labuhan Deli, kemudian dipindahkan ke halaman Istana Maimun. Setiap hari, Istana ini terbuka untuk umum, kecuali bila ada penyelenggaraan upacara khusus.

Lokasi

Istana ini terletak di jalan Brigadir Jenderal Katamso, kelurahan Sukaraja, kecamatan Medan Maimun, Medan, Sumatera Utara, kira-kira 3 km dari Kantor Pos Besar Medan.

Luas

Luas istana lebih kurang 2.772 m, dengan halaman yang luasnya mencapai 4 hektar. Panjang dari depan kebelakang mencapai 75,50 m. dan tinggi bangunan mencapai 14,14 m. Bangunan istana bertingkat dua, ditopang oleh tiang kayu dan batu. Setiap sore, biasanya banyak anak-anak yang bermain di halaman istana yang luas.

Arsitektur

Arsitektur bangunan merupakan perpaduan antara ciri arsitektur Moghul, Timur Tengah, Belanda dan Melayu. Pengaruh arsitektur Belanda tampak pada bentuk pintu dan jendela yang lebar dan tinggi. Tapi, terdapat beberapa pintu yang menunjukkan pengaruh Spanyol. Pengaruh Islam tampak pada keberadaaan lengkungan pada atap. Tinggi lengkungan tersebut berkisar antara 5 sampai 8 meter. Bentuk lengkungan ini amat populer di kawasan Timur Tengah, India dan Turki.

Bangunan istana terdiri dari tiga ruang utama, yaitu: bangunan induk, sayap kanan dan sayap kiri. Bangunan induk disebut juga Balairung dengan luas 412 m2, dimana singgasana kerajaan berada. Singgasana kerajaan digunakan dalam acara-acara tertentu, seperti penobatan raja, ataupun ketika menerima sembah sujud keluarga istana pada hari-hari besar Islam.Di bangunan ini juga terdapat sebuah lampu kristal besar bergaya Eropa.

Di dalam istana terdapat 30 ruangan, dengan desain interior yang unik, perpaduan seni dari berbagai negeri. Dari luar, istana yang menghadap ke timur ini tampak seperti istana raja-raja Moghul.

Perencana

Ada beberapa pendapat mengenai siapa sesungguhnya perancang istana ini. Beberapa sumber menyebutkan perancangnya seorang arsitek berkebangsaan Italia, namun tidak diketahui namanya secara pasti. Sumber lain, yaitu pemandu wisata yang bertugas di istana ini, mengungkapkan bahwa arsiteknya adalah seorang Kapitan Belanda bernama T. H. Van Erp.

Renovasi

Istana ini terkesan kurang terawat, boleh jadi, hal ini disebabkan minimnya biaya yang dimiliki oleh keluarga sultan. Selama ini, biaya perawatan amat tergantung pada sumbangan pengunjung yang datang. Agar tampak lebih indah, sudah seharusnya dilakukan renovasi, tentu saja dengan bantuan segala pihak yang concern dengan nasib cagar budaya bangsa.

Peningalannya Kitab suci Alqur`an

Tidak ada komentar: